Rabu, 23 September 2009

DKL Oh, DKL

DKL Oh, DKL

*Bambang Susanto, BA


Hari belum malam benar; tiba-tiba saja telepon berdering.Terpaksa volume teve kuperkecil. Istri geragapan. Acara kesayangannya “ Termehek-mehek” yang disiarkan dari salah satu stasiun teve swasta dengan berat hati didengarkan lirih, lamat-lamat. Matanya melirik sedikit geregetan. “ Ah, biarlah,” kataku dalam hati.
“Hallo, ya benar saya sendiri.”
“ Begini Pak, selama ini, ya akhir-akhir ini DKL terasa stagnan selama satu tahun, demikian pula sepertinya dimonopoli oleh beberapa gelintir orang saja. Bagaimana kalau TP2DKL kita hidupkan lagi.” Begitu terocos salah satu pendiri TP2DKL ( prematur dari DKL).
“ Ya, betul- betul, tidak salah. Kalau begitu kapan kita kontak teman-teman, dan kumpul bareng, di mana pula tempatnya?”
Di rumahku saja , nanti pukul tujuh nol-nol, malam ini teman-teman semua saya undang via telepon untuk ngrembuk ketidakberesan itu. Saya tunggu, lho!”
“ Baik, saya akan segera meluncur ke sana.”
Istriku masih nguping tak beranjak dari tempat duduknya sambil memelototi acara favoritnya, kemudian kentut.
Inilah secuil pembicaraan lewat telepon yang kemudian berlanjut pada pertemuan-pertemuan informal. Pada dasarnya substansi yang digulirkan pada setiap pertemuan itu hanya berisi ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kepengurusan de-ka-el pada periode yang telah berlalu ( 2005-2008). Sebanyak dua belas kali pertemuan yang telah dikangkangi; penuh geliat, kritis, argumen,dan debat kusir yang membuat merah telinga, kadang-kadang.
Di rumah mana saja pertemuan itu digelar, kiranya kurang etis bila ditelanjangi di sini. Justru para dedengkot seni yang pernah dan aktif hadir pada setiap pertemuan itu, barangkali tak usahlah galau bila disebutkan satu persatu di sini. Kan itu konsekuensi logis-bagi siapa saja yang berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Mereka itu: aku sendiri, Eric Sucahyo, A’ak Abdullah Kudus, Ki Demang, Surasono Rashar, Lembu Hidayat, Reza Aribowo,, Tiko, Neneng, Setyo Budi, Machrus, Ali mustofa, Parmin, Suwarno (mantan KASI Kebudayaan), Bambang Indragiri, Ida Leman, Muchson, Adi G. Suharto, Ach. Adi, Kecik Herniadi, Rudy, Yuli Visi, Gatot Hariyoto,, Mashudan Andi, Farid, Teguh Ekaja ( menyatakan keluar dari TP2DKL dan DKL), Ali Mustofa, Ali Surachman, Dwi Eko( Gatut), Agus Wahyudianto, Purnomo, Dedik, Erik Tri W, Andi R, Farikh, Neneng Triana, Korda Bachtiar, Riyanto,, Imam Subagiyo, Ali Maxoem, Farid, Happy Nore, Nur Lailil, Surya, Rudy Darmawan.
Dari sekian banyak yang hadir itu sudah barang tentu memiliki karakteristik dan mindset, tingkat wawasan dalam bidang seni yang tidak mungkin sama, pun keperpihakan: ada yang status quo, reformis atau transformasi dari keduanya. Semula sulit ditebak. Baru setelah beberapa kali putaran, dapat diindikasi mana yang betul-betul loyal dan berdedikasi tinggi terhadap seni; dalam artian terhadap nilai-nilai berkesenian yang universal; dan bukannya keperpihakan. Perlu difahami bahwa pada setiap pertemuan itu tidak ada kata “menghujat,. Apa alagi mengungkit-ungkit” terhadap kepengurusan de-ka-el yang lalu.
Kita akui, sebenarnya TP2DKL dalam beberapa putaran hingga putaran yang terakhir ( ke-12), telah menelorkan banyak hal, diantaranya: AD/ ART, program kerja, peta seniman Lumajang, dan lain-lain. Semuanya ditayang lewat LCD yang jauh-jauh diboyong oleh A’AK CS dari Klakah ke setiap tempat meeting. Ini adalah salah satu usaha intens TP2DKL yang kiranya perlu mendapat apresiasi.
Drs Abdurrahman Msi (Minggu, 24 November 2008) mengundang teman-teman, baik dari TP2DKL maupun dari DKL. Diajak sharing di sebuah tempat yang nyaman “ Depot Srikandi” Ini adalah sebuah good will. Maka sebaiknya direspon positif.Memang ada pula yang keberatan untuk hadir karena undangan hanya via telepon, katanya. Sebenarnya dalam hal ini perlu dimaklumi, mengingat Maman ( panggilan akrab Drs Abdurrahman, Msi) termasuk orang yang super sibuk. Ada sebanyak dua puluh empat seniman yang hadir pada saat itu.
Dan berdasarkan rasa ikhlas-terlepas dari perasaan suka dan tidak suka, terbentuklah tim formatur dalam rangka musyawarah DKL yang Insya Allah akan digelar setelah HARJALU 2008. Mereka adalah: Reza Aribowo, Iskandar syah (menyatakan keluar dengan mengirim surat ke Drs.Abdurrahman, Msi), Lembu Hidayat, Gatut, Soeprayitno,, Bambang Susanto, Eric Sucahyo, Mukidi, Jangkung, Ervan Dimo, dan masih ada dua orang lagi yang masih ditimang-timang. Ada sebelas orang.Yang perlu digaris bawahi adalah berapa besar cost yang telah dikeluarkan baik dari TP2 DKL maupun dari DKL. Bagaimana andai kedua belah pihak bersekutu tanpa ada rasa dendam yang lebih “mengutamakan kemajuan seni di Lumajang.” Dan upaya-upaya itu telah dilakukan walaupun dengan mengorbankan perasaan galau yang masih membebani dari kedua belah pihak.
Pertemuan informal atau lebih tepatnya dikatakan “Pertemuan Pra Musyawarah seniman 2009” itu berjalan penuh dinamika, dimulai dari pukul 10.00 dan berakhir 13.00 ( WIB) dan berhasil menelorkan keputusan-keputusan yang seyogyanya dapat diamini bersama:
1. Akan segera menggelar musyawarah seniman.
2. Bertujuan agar para seniman tidak carut marut.
3. DKL masih terikat dengan pemerintah.
4. Anggaran masih ada saldo sebesar kurang lebih RP. 117.000.000,- ( seratus tujuh belas juta rupiah).
5. Kepengurusan harus terbentuk dulu, baru menggelar kongres, seminar dan lain sebagainya.
6. Anggaran DKL periode 2009-2011 adalah dana hibah.
7. Dana yang keluar di atas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta) harus melalui lelang.
8. Anggaran DKL dititipkan di DISPENDIK.
9. Anggaran tiap triwulan dapat diterimakan.
10. Ada perubahan sistem.
Dari sepuluh hasil rapat informal itu, semoga telor-telornya dapat menjadi embrio dan menetas secara alami. Dan tak satupun yang kuwuken.(bs)
* Pelukis dan pengamat seni Lumajang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar