Yang Menarik Tasyakuran dan Pleno DKL
*Bambang Susanto, BA
Hati-hati bung! Meleset sedikit saja atau lalai, kita akan terpeleset dan terjungkal; bisa saja kita semua akan diinapkan dalam “hotel prodeo”, mana kala pengelolaan yang bersangkut-paut dengan masalah pertanggungjawaban keuangan yang tidak prosedural. Mudah-mudahan tidak, jaga nama baik de-ka-el!
Undangan telah disebar; yang tak terjangkau via telpon atau sandek. Itu pasti, manakala entitas Dewan Kesenian Lumajang, yang baru saja dilantik (Keputusan Bupati Lumajang ; No. 188.45/113/427 . 12/2009; 20 April 2009) di bawah pimpinan Eric Sucahyo mengundang seluruh anggotanya. Ini patut diacungi jempol-karena yang sudah-sudah undangan hanya cukup melalui kontak person bahkan SMS saja. Walaupun tidak seluruhnya.
Masih belum begitu lama (Minggu pagi, 21-6-2009), di stadion Semeru Lumajang-ruang ganti, telah terhampar karpet merah dan tikar lipat. Nampak, Mbak Nunung (tenaga administrasi baru DKL) dibantu dua-tiga orang sibuk menyiapkan berbagai minuman dan makanan-termasuk tumpeng. Dan orang-orang mulai menyeruak masuk, kemudian duduk-ngobrol, ngalor-ngidul. Di sana-sini asap rokok mengepul, keluar dari para mulud beberapa seniman perokok.
Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 10.00 (WIB), namun yang diundang belum juga datang seluruhnya. Undangan dengan nomor surat B.009/VI/2009/DKL tertera pukul 09.00-selesai. Hanya dua puluh satu yang menunjukkan batang hidungnya; itupun termasuk satu dari tiga anggota dewan mentor: Ibu Tuti Su darsono yang sudah renta dicaplok usia. Para penasehat yang lain tidak hadir: Parmin Ras ( sedang tour ke Amerika selama tiga bulan dalam rangka promosi kesenian), Wahyudi (tidak berkenan hadir dengan alasan yang tidak jelas).
Tolah-toleh, karena yang hadir hanya sejumlah itu dari lima puluh tujuh anggota yang diundang, apa lagi detik-detik jam semakin merambat naik menuju hampir pukul sebelas; acara pun didedah. Semua yang hadir duduk bersila kecuali ibu-ibu, bersimpuh-sambil mendengarkan sambutan dari sang ketua umum. Menurutnya ada dua acara yang harus dirampungkan pada hari itu. Pertama tasyakuran dan yang kedua rapat paripurna anggota.
Untuk sesi tasyakuran (sebagai orang Jawa, tentunya) memang penting dan harus di uri-uri, semisal, upacara: pindah rumah, membuat rumah, sedekah bumi, panen padi, pethik laut, dan lain-lain selalu diperingati dengan acara yang sakral-nyeni-unik-unik; tak terkecuali pada acara penempati kantor sekretariat baru de-ka-el (walaupun masih satu atap dengan gedung stadion Semeru-tempat kantor Pemuda dan Olah raga) di jalan Gajah Mada 2 Lumajang. Syukur Alhamdullillah, pihak PEMKAB dapat memfasilitasi tempat dan sarana untuk memproses kinerja pengurus dan anggota DKL. Terima kasih. Dan mudah-mudahan tidak ada pihak-pihak lain yang menggugat keberadaannya.
Pengurus dan anggota DKL harus berbangga hati, karena baru kali ini memiliki kantor sekretariat, sehingga semua th`eth`ek beng`ek yang berkaitan dengan seni dan seniman dapat terimplementasikan sebagaimana yang diharap. Pun, kini sudah memiliki perangkat lunak, berupa: LCD, computer plus printer, camera digital, dan lain-lain. Ini sangat menunjang dan harus kita manfaatkan semaksimal dan seoptimal mungkin. Di samping itu sudah tersedia tenaga administrasi khusus yang menangani organisasi kita ini; tidak seperti yang dulu-dulu, segalanya didaulat oleh jajaran pejabat Pemkab.
Nah, tinggal kita, para seniman... mampukah kita memanfaatkan semua fasilitas itu semua? Sejauh dan sedalam mana pula resistensi kita dalam mendongkrak - memperkuat posisi salah satu institusi seni yang legitimate dan telah: diketahui, disoroti, dimata-matai, baik bottom up maupun top down. Maksudnya, kalau diundang mbok ya datang. Kalau berkenan tidak dapat hadir, minimal memberitahu apakah lewat telepon dan lebih etis lagi andai melalui surat dengan alasan yang rasional.
Pada umumnya mindset anggota masih klasik. Sibuk dengan berbagai alasan. “Diundang tidak mau datang, tidak diundang ngambeg kemudian ngrow`eng.” Ramai di belakang dan runyam. Agaknya itu tak berlebihan bila dikatakan bagai perilaku anak balita, yang sebenarnya harus sudah kita lalui dan dibuang jauh-jauh sebagai barang rongsokan yang tercampak di tong sampah.
Yang paling menarik dalam acara thanksgiving kali pertama ini-untuk menempati kantor baru; ketika detik-detik pemotongan tumpeng itu. Sang Ketua umum, tiba-tiba saja didekati dan dibisiki oleh mentor yang sudah pantas sebagai “pakar Budaya Jawa di Lumajang” ; hadirin larut dan luluh dalam suasana: iba,tersipu, tercengang, dan bangga memperhatikan ibu sesepuh itu menuntun doa.
Begini lho nak, doanya” Bismillah Hirrohman Hirrohim, niat ingsun motong tumpeng, ora motong-motong tumpeng motong sebel sengkolo kabeh, karyo mulyo raharjo, slamet-slamet-slamet, slamet saka karsane Allah. Amemayu hayuning bawono langgeng. Suro diro joyo ningrat lebur dening pangastuti // Dengan nama Allah yang maha pengasih., saya berniat motong tumpeng, tidak motong-motong tumpeng, motong semua yang sengkarut dalam hati dan pikiran., pekerjaan mulia pasti selamat, Selamat-selamat-selamat, selamat karena kehendak Allah. Menghargai pemberian dunia yang kekal. Genderang sorak kejayaan akan lebur oleh suatu kedamaian dan ketenteraman //.
Dan tiba-tiba saja mak nyus... enhong di tangan Eric Sucahyo telah memotong ujung tumpeng dan langsung diserahkan pada sesepuh kita itu. Kilatan kamera inventaris DKL yang baru dibeli pun dibidikkan pada kedua insan itu berkali-kali. Semua yang hadir terpana menyaksikan adegan dramatis itu. “ Wah, terkesan Jawa sekali, betul-betul terasa Jawa” Celetuk Gatot Hariyoto (mitra bidang sastra) yang duduk di samping kanan saya. Seluruh yang hadir serentak menyerbu hidangan yang telah lama aromanya menggoda air liur dan lidah; tertata apik di depan mata masing-masing. Kecuali yang tidak berkenan hadir. Ngaplooo, ha-ha-ha-ha ....
Pada sesi kedua; yang pemaparannya sudah menggunakan LCD (inventaris) yang masih gres, cukup hangat dengan adanya banyak kontribusi dari para anggota, yang saling berinteraksi positip terhadap pengurus. Mudah-mudahan saja senarai semua program yang telah disetujui dapat di: lihat, nikmati, hargai dan dievaluasi bersama dan bermanfaat untuk kemajuan seni di kabupaten Lumajang, dan bukannya bernuansa gimmick. Ketidaksamaan pendapat dari para anggota di institusi manapun pasti ada; lebih-lebih di tubuh DKL. Kalau beda pendapat, kalau ada penyelewengan , apakah berasal dari para anggota , pun pengurus; sekecil apapun, mari kita pecahkan bersama. Hati-hati bung! Meleset sedikit saja atau lalai, kita akan terpeleset dan terjungkal; bisa saja kita bersama-sama akan diinapkan dalam “hotel prodeo”, mana kala pengelolaan yang bersangkut-paut dengan masalah pertanggungjawaban keuangan yang tidak prosedural. Mudah-mudahan tidak, jaga nama baik de-ka-el! (**) Lumajang, 30 Juni 2009
• Anggota Paguyuban Guru Penulis Lumajang (PGPL)
• Anggota Dewan Kesenian Lumajang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar