Selasa, 10 November 2009
Jumat, 06 November 2009
Team Basket SMPN 1 Sukodono
Ajang Pamer Roepa-Roepa Seni Rupa
Short story
Minggu, 11 Oktober 2009
Selamat Datang Di Blog “PRESTASI 99”
Kamis, 24 September 2009
Desy, Juara I Siswa Berprestasi Tingkat Kabupaten
SISWA BERPRESTASI
Rabu, 23 September 2009
Guru Perokok
Sosok guru adalah panutan bagi para siswanya. Guru yang berperilaku santun, akan ditiru oleh siswanya. Sebaliknya seorang pendidik bila berbuat kurang baik sekecil apapun, seperti kebiasaan merokok di areal sekolah; pada hal di depan pintu gerbang sudah terpampang baliho dengan huruf besar“ Anda memasuki kawasan bebas merokok.“ Toh, masih dilanggar juga, jelas akan dicontoh oleh para muridnya baik langsung maupun tidak. Berikut kisah seorang sarjana - guru Sukwan yang perokok.
Saat Ning, istri Pak guru sedang nguleg sambal, tiba – tiba suaminya datang dalam keadaan terburu – buru. “Ning, Ning, Ning...” “ Oalah cak, ada apa tho, cak, ah! kalau ngomong bikin terkejut saja, ayo, duduk dulu, duduk, duduk...memangnya ada apa tho?” Sahut Ning Atik istri Pak guru, ketus. “ Begini Ning, anak kita satu – satunya, Wulan, sudah pukul 14 kok belum datang juga. Biasanya jam sekian ini sudah tiba di rumah. Aduh bagaimana ini?”
Ning, telah selesai sambalnya. Sambil menata peralatan makan di meja makan, Ning menimpali ocehan suaminya itu. “Ya, ya, Cak, saya sudah tahu itu; mau nelpun kita tidak punya pesawat telpun, mau menyusul, ya kita tidak punya sepeda motor” “Masalahnya bukan itu Ning!” Tegas Cacak sambil menyalakan rokok kretek kesayangannya. “ Begini Ning, sekarang ini aparat Kepolisian kerja sama dengan Polisi Pamong Praja dan Dinas Pendidikan menggelar operasi yang disebut dengan operasi Budi pekerti. “ Jelas Cacak. “ Lalu apa hubungannya dengan anak kita, Wulan” Kejar Ning. “ Lho, sangat gawat Ning. Kalau anak kita sampai tertangkap oleh Polisi; wah, kita bisa celaka dan susah. Sebab kita ini bisa dipanggil oleh kepolisisan, begitu pula Bapak-Ibu gurunya ikut dipanggil juga. Urusannya bisa panjang!”
“ Aduh Gusti... memangnya anak kita salah apa ya, kalau sampai tertangkap aparat? ” Ucap Ning sambil mendudukkan pantatnya di kursi makan. “ Ya, bisa bermacam – macam, misalnya: pengaruh teman, jam kosong karena ada rapat dewan guru sehingga murid- muridnya bisa leluasa ke PS, terminal, mall dan tempat – tempat nongkrong anak remaja sehingga saat – saat jam efektif itu petugas kepolisian bisa menangkapnya.” Terang Cacak sambil menghembuskan kepulan asap rokok. “Cak,Cak tapi sampai detik ini anak kita kan baik – baik saja, kan? Tidak menampakkan tingkah laku yang nyleneh!” Desak Ning ragu – ragu.
Tiba- tiba saja dari balik pintu masuk depan rumah terdengar suara Bell sepeda “ Kring, kring, kring....” Ning dan Cacak terhenyak dan bangkit dari tempat duduknya.” Lho, itu Wulan, Wulan Cak, datang....” Ning berhambur menuju ke depan dan mengajaknya masuk dan duduk. “ Wulan, kamu tidak apa-apa kan? Dan mengapa kamu datang terlambat, cepat ceritakan Wulan...” Ucap Ning sambil menggoncang - gonjang pundak Wulan. “ Dan kamu tidak tertangkap oleh Satpol PP, kan ? “ sambung Cacak. “ Anu, anu, anu bannya bocor sehingga aku jalan kaki. Sepeda itu aku tuntun terus dari sekolah. Akan tambal ban, uang saku habis!” Jelas Wulan dengan wajah memelas.” Nah, Syukur kamu tidak tertangkap Polisi, syukur....” Ucap Cacak manggut – manggut. “ Ayo, sekarang ganti pakaian dan cepat makan....” Sambung Ning.
“ Nah, apa yang ku bilang kemarin sore, terbukti kan? Ban sepeda sudah tipis tapi kamu cuek saja. Kalau beli rokok tak mau ketinggalan, dasar!” Ketus Ning sambil melirik wajah Cacak yang giginya mulai hitam karena nikotin. “ Tapi, yang penting Wulan kan selamat tidak terjadi apa- apa kan?”
“ E,e,e...ada permasalahan lagi dan sangat mendesak Cak! Kebiasaan merokokmu itu itu lho, andai aku jadi asesor sertifikasi guru tak akan kululuskan kamu. Ntar, uang tunjangannya kau habiskan hanya untuk membakar paru –paru dan jantungmu itu. Apa lagi kebiasaan burukmu itu pasti langsung atau tidak langsung akan dicontoh oleh murid – muridmu, tahu! Ingat Cak, asap rokok yang telah kamu hisap itu jelas akan dihirup juga oleh siapapun termasuk para muridmu itu. Perokok pasif lebih berbahaya dari perokok aktif. Ah!” Kejar Ning tegas sambil membalikkan pantatnya. Cacak terpojok, akankah terus merokok?
*Anggota PGPL (Paguyupan Guru Penulis Lumajang)
Perbuatan Iseng yang Membawa Derita
*Bambang Susanto, BA
Awas, jangan bergurau seperti ini,dapat menyebabkan gegar otak, kebutaan bahkan maut yang berujung pada kematian!
Entah, sudah yang beberapa kali korban kecelakaan yang sekaligus digunakan sebagai alat bergurau sesama teman ini terjadi. Pada hal akibat dari perbuatan iseng ini dapat mengakibatkan gangguan phisik seseorang sehingga akan mengganggu aktivitas seharinya. Tidak jarang pula sang korban harus menjalani rawat inap di rumah sakit selama beberapa hari , dan jika kebetulan nasibnya sial bisa-bisa mengalami cacat seumur hidup bahkan bila tidak ketulungan maut dapat merenggutnya.
Ironisnya kejadian kecil ini sering digunakan sebagai bahan tertawaan dalam kehidupan sehari-hari hingga pada adegan-adegan komedi di Teve. Akibatnya kenyataan seperti tersebut terulang dan terulang lagi, seperti yang dialami oleh murid saya ini.
Peristiwa ini betul-betul tidak saya duga. Saya, ketika suatu hari tepatnya 4 Nopember 1997, hari selasa pon, pada jam terakhir, sebagaimana biasanya di kelas IIIb, begitu juga di kelas-kelas tiga yang lain pada bulan-bulan ini para siswa mendapat materi pelajaran praktek mengetik. Perlu dimaklumi bahwa mesin ketik yang tersedia sangatlah terbatas, sehingga para siswa harus praktek bergantian. Bagi siswa yang tidak mendapatkan mesin ketik harus sabar menunggu. Hal ini sudah saya atur sedemikian rupa agar lebih mudah mengawasi, dan dalam proses penilaian.
Tetapi bagi murid saya yang satu ini memang bernasib kurang mujur. Saat itu ada salah satu mesin ketik yang agak rewel sehingga saya perlu memperbaikinya. Dalam ingatan saya terbetik pula kalau alat untuk memperbaiki mesin ketik tersebut tertinggal di kantor guru.
Tanpa ragu saya menuju ke ruang guru. Di tempat duduk saya, di dalam laci meja, saya temukan obeng yang saya maksud. Saya bergegas menuju ke kelas. Kebetulan kelas saya agak jauh, harus melewati ruang kelas III c, III d dan kelas III e . Begitu saya masuk kelas ada sedikit kegaduhan, “ada apa ini. “ Dengan lantang dan tegas saya berucap.
Tiba-tiba saja saya melihat seorang siswi yang berjalan tertatih-tatih ditolong oleh kedua temannya. “Ini pak, ini pak, Ester jatuh,”Ucap salah seorang temannya membelah kesunyian. “Iya pak, kursinya ditarik oleh Rini saat Ester akan duduk,” sahut teman-teman yang lain. “ooo …. Kataku dalam hati. “Nah, kalau begitu bawa segera ke ruang UKS.
Sampai disini ternyata buntutnya panjang. Saya harus menjelaskan kejadian tersebut kepada kepala sekolah dan beliau pun harus mempertemukan kedua orang tua pelaku dan korban kecelakaan di sekolah untuk menjelaskan duduk perkaranya. Wali kelas juga merasa tersiksa karena harus pontang-panting menghubungi wali murid tersebut.
Khusus untuk masalah ini tak banyak untuk diceritakan di sini. Yang jelas rumit dan cukup menyita banyak waktu. Yang lebih utama adalah bagaimana tindak lanjut pasca kecelakaan tersebut bagi si korban seperti yang dialami Ester Dyah Agustina ini dan bagaimana upaya kita agar kecelakaan seperti ini tidak terulang kembali.
Sehari setelah kejadian tersebut jelas dia tidak masuk sekolah. Menurut pengakuaanya, sekujur tubuhnya merasa sakit yang luar biasa melebihi rasa sakit saat terjatuh. Akhirnya dia diantar orang tuanya ke rumah sakit Dr. Haryoto Lumajang. Dari hasil rotgennya, dr. Martono (spesialis bedah dan tulang) menyarankan untuk berobat ke Jember, menemui dr. Edi Kuncoro. Di
Ternyata dari hasil photo rotgennya (ada 6-8 photo), dr. Edi menyatakan memar pada bagian pantatnya sehingga mengganggu organ tubuh yang lain, seperti rasa pusing yang luar biasa pada kepala bagian belakang. Semenjak itu dia harus mendapatkan suntikan 2x sehari plus minum obat. Tidak boleh ikut olah raga, tidak boleh duduk terlalu lama harus membawa bantal khusus sebagai alas untuk duduk dan yang lebih membingungkan lagi adalah EBTA-EBTANAS sudah dekat. Kira-kira dia mendapat
Pada 31 Desember 1997 kesehatannya masih tidak menentu. Oleh dr. Edi Kuntjoro disarankan untuk opname, dan…. “Dengan berat hati pak, nasehat pak Dokter tidak dapat saya jalani dan untunglah pak dokter mengabulkannya dengan syarat tiap tiga hari sekali harus suntik,” ujarnya pada saya di sebuah ruang kelas kosong karena temannya yang lain sedang berolah raga.
Saya sebagai gurunya, yang sekaligus yang mendapatkan musibah tepat pada jam saya, sudah tentu harus bertanggung jawab dan merasa berdosa apabila tidak berbuat apa-apa terhadap si korban. Itulah sebabnya secara berkala saya berusaha untuk menanyakan perihal kesehatannya. Dari pengamatan penulis, si korban masih tergolong untung karena orang tuanya cukup mampu untuk membiayai ongkos perawatan.
Sekitar April 1998 minggu ke-3 rasa sakitnya kambuh lagi sehingga dokter menyarankan untuk kontrol lagi 2 kali dalam satu minggu. Menurut dokter untuk sembuh benar seperti semula memang memakan waktu yang cukup lama dan memerlukan kesabaran untuk kontrol dengan teratur. Bagi ayahnya, yang seorang Pendeta Kristen Jawi Wetan dan ibunya yang hanya sebagai ibu rumah tangga sudah pasti menerima kenyataan tersebut sebagai cobaan dari yang maha kuasa. Apalagi si Ester ini adalah anak perempuan satu-satunya dari
Nah, para pembaca, dari kejadian tersebut, sebuah perbuatan iseng yang mengakibatkan penderitaan orang lain, kiranya ada beberapa hal yang perlu disimak untuk kita renungkan bersama.
Pertama : pebuatan iseng tersebut mengakibatkan seseorang menderita baik moral, material dan banyak menyita waktu. Kedua : perbuatan tersebut menimbulkan penyesalan yang mungkin tak terlupakan seumur hidup dan menimbulkan perasaan berdosa bagi pelakunya. Ketiga : agar kejadian tersebut tidak terulang lagi atau paling tidak takut untuk melakukannya, penulis berharap agar adegan-adegan di layar kaca yang menertawakan seseorang terjungkal atau tejatuh saat di ambil kursinya oleh temannya seyogyanya tidak ditayangkan sebagai bahan tertawaan tetapi harus di barengi dengan peringatan keras. Misalnya : “Awas jangan bergurau seperti ini, dapat menyebabkan gagar otak, buta dan membawa maut !”
Penulis yakin masyarakat akan banyak menaruh simpati bagi para seponsornya ( misalnya bank Jatim, andai tidak keberatan). Keempat : kejadian tersebut dapat sebagai materi pada pelajaran tertentu. Misalnya wacana untuk bahasa
Dari kelima hal tersebut di atas kiranya perlu mendapat perhatian khusus terhadap peristiwa yang seperti itu. Hal ini sangat penting untuk keselamatan , kenyamanan, ketertiban dan keamanan siswa di sekolah yang merupakan bagian dari program 7K dan Wawasan Wiyata Mandala yang sering kita dengung-dengungkan. Untung si Ester ini dinyatakan lulus dalam menempuh EBTA-EBTANAS dengan memperoleh Danem 37,30. Seandainya tidak ?
*Anggota PGPL (Paguyupan Guru Penulis Lumajang)
Mengapa Harus Mundur?
Mengapa Harus Mundur?
* Bambang Susanto,BA
Ke depan agar para seniman lumajang memiliki wadah dan sekali gus sebagai thinktank yang disegani dan diakui eksistensinya, para seniman sendiri lah yang seyogyanya berinisiatip mengambil langkah tepat dan jitu.
Kabupaten Lumajang Abdurrahman, MSI
Hasil pemilihan suara ketua DKL masa kerja 2009-2012 dengan sistem semacam itu siapa pun tidak akan terperangah (yang hadir), bahwa itu syah dan tak menimbulkan gejolak sedikitpun bagi yang hadir di situ-semua pasrah, patuh dan menghormati semua hasil yang ditelorkan; pun pada saat diumumkannya pembentukan kepengurusan-setelah melalui sidang maraton yang sedikit mencekam di ruang yang telah disiapkan sebelumnya-semua yang hadir, tidak satu pun menunjukkan gelagat ketidakpercayaan yang minor-minor, apa lagi protes. Semua peserta nampak legowo terhadap hasil keputusan.
Baru selang beberapa hari, setelah usainya perhelatan akbar itu, beberapa seniman kaget, terhenyak dari dunia yang digumulinya. Siapa yang tidak terkejut mana kala seorang pelukis, sastrawan, dramawan, penari, pengrajin, pemain ludruk, kentrung, glipang, reog, jaran kepang, jaran slining, jaran sirut, komedi bedes bahkan seorang pengamen jalanan yang penuh tato; sedang enak-enaknya berkarya kemudian terdengar berita “ Maman munduuuur” dari ketua DKL sebelum dilantik. Cicak yang merambat erat di dinding, pun akan terpeleset dan terpelanting jatuh , menimpa tepat kepala pelukis yang sedang asyik melukis. “Apa, Maman mundur? Mengikuti jejak Teguh Ekaja dan Iskandar Syah. Apa-apaan ini, dan ulah siapa lagi ini? Kampreet!”
Menurut sekretaris DKL bayangan (aku, Mukidi), mundurnya Maman justru karena alasan “Kesibukan” di tempat dia mengabdi ( Ka.Kapora). Sangat masuk akal dan beralasan! Tapi kok tidak dulu-dulunya dikeluhkesahkan, sejak terbentuknya sebagai anggota tim formatur Itu? Namun itu adalah keputusan seseorang-sangat bersifat privasi dan harus dijunjung tinggi yang semoga saja tidak ada unsur-unsur tertentu dari pihak external yang memposisikan dia agar mundur, melepas-pasrah begitu saja sebagai ketua de-ka-el; apa lagi dalam menggelar acara itu menghabiskan dana yang tidak sedikit; di suatu tempat yang representatip bagi para seniman berkumpul-hendak menggelar acara akbar.
Tapi semua orang tahu, kok. Di tempat perhelatan itu: mata-mata liar melirik tajam ke sana ke mari, mulut-mulut berhaha-hihi, kusak-kusuk, diskusi kecil penuh arti, introspeksi diri, mengintrospeksi orang lain, dan uh... entah apa lagi yang dipergunjingkan di malam kelam terguyur hujan deras itu. Semua luluh dalam suasana “ Musyawarah Dewan Kesenian Lumajang Tahun 2009” yang baru kali pertama digelar. Dan hasilnya? Mentah, terpental dan ambyar berkeping-keping sebelum menggelinding-menggerus dan meluluhlantakkan para seniman gadungan yang masih saja genthayangan.
Tak perlu heran, ya ada, memang... beberapa seniman yang merasa di sakiti, dipecundangi, dipasung kreativitasnya oleh sebuah sistem. Itu pada periode yang telah berlalu. Dan kalau mungkin masih terasa gaungnya-berlangsung hingga kini, harus ditelusuri apa penyebabnya, siapa biang keroknya, siapa arsiteknya dan siapa pula SENGKUNI-nya. Pun mengapa pula ketua de-ka-el terpilih, tiba-tiba saja undur dari posisinya dengan cara yang sangat terhormat?
Tak perlulah gamang, andai menyibak tabir ketidaksempurnaan seseorang, demi terbentuknya sebuah institusi kesenian yang perlu diperhitungkan kehadirannya dan dapat membanggakan kita semua, baik bagi para: insan seni, pengagum seni (masyarakat), stakeholder hingga ketingkat grassroat. Pastilah merupakan kebanggan tersendiri yang tak ternilai, walau tidak harus terlalu “menohok kesalahan seseorang” secara berlebihan. Ini sangat esensial dan urgen untuk dicermati.
Sebab, Dinas Pariwisata yang telah dilikuidasi selama lima tahun, kini akan dihidupkan lagi oleh pejabat bupati yang baru Dr. Syahrajad Masdar, MA ( Suara Lumajang Fm, Lini Sepuluh, 11 Februari 2009). Keberadaan DKL yang syarat dangan berbagai kesenian yang unik-unik itu pastilah akan merupakan magnit bagi para wisatawan, baik manca negara maupun domestik. Tentu.
Ke depan-agar para seniman Lumajang memiliki wadah dan sekali gus sebagai thing tank yang disegani dan diakui ekistensinya; para seniman sendiri lah yang seyogyanya berinisiatip mengambil langkah tepat dan jitu. Bukankah pada pemilihan ketua DKL kemarin itu ada yang menduduki posisi runner up? Dialah yang semestinya berhak menduduki singgasana Ketua DKL periode 2009-2012. Bila tidak, peluang itu akan disrobot oleh orang yang diragukan eksistensinya sebagai seorang seniman sejati sekali gus mampu me-menage berbagai permasyalahan yang muncul dan substansial.
Sebab sejarah membuktikan, seorang Bambang yang diperkuat sutradara brilian Reza Aribowo, pernah membawa misi teater atas nama “daerah Lumajang” untuk berlaga di tingkat provinsi; dan berhasil membawa nama baik daerah dengan menyabet penyaji terbaik ( Malang, 2005 ) tak satu sen pun mendapat dana; baik dari DKL maupun dari Dinas Pendidikan. Pada hal, dulu, ketika pengelolaan keuangan DKL masih ditipkan di Dinas Pendidikan, Kasi kebudayaan pernah berjanji “sepenuh hati” akan membiayai sabagian dalam mengikuti festival Visualisasi Drama Fragmen di Taman Krida Budaya-Malang itu. Dan, eh...hingga kini tak kunjung didapat apa yang diharap dan digadang-gadang.... Maka jangan katakan tidak wahai para seniman. Ini sebuah tantangan dan peluang yang harus segera diwujudkan. Tolong kami, para seniman cak Ajad.
( Nama panggilan akrab bagi bupati lumajang)
Kamis-malam, 30 April 2009, di pendopo kabupaten lumajang ada momen yang tak boleh dilewatkan. Pengukuhan pengurus DKL periode 2009-2011 benar-benar diwujudkan. Ini bukti Bahwa gelagat dan hiruk-pikuk para seniman telah ditangkap oleh para stakeholder, utamanya Bupati Lumajang. Maka, mari kita isi dan perkaya khasanah seni di kota pisang agung tercinta ini.
Lumajang, 1Mei 2009
Anggota DKL, IKAISI Yogyakarta, Anggota PGPL
Jangan Tanamkan Nilai – nilai Ketidakjujuran
* Oleh: Bambang Susanto, BA
Yang telah terjadi biarlah berlalu seiring hembusan angin lembut membelai sukma.. Arungi relung hati kita yang paling dalam. Raih dan genggam erat nilai – nilai kejujuran. Kemudian, persembahkan pada anak – anak didik kita agar menjadi generasi – generasi penerus bangsa yang tangguh dan mandiri.Kelak.
Ujian Akhir Nasional dan Ujian Akhir Sekolah ( UAN dan UAS ) telah berlalu Pengumuman hasil ujian pun telah diumumkan; dengan cara : ada yang menggunakan papan pengumuman,dengan amplop tertutup, dan ada pula melalui jasa Internet.
Bagi siswa tingkat terakhir, terutama untuk SMP/MTs mempunyai hak untuk mengikuti ujian akhir; sudah barang tentu telah lolos nominasi. Kalau demikian untuk menyongsong UAN dan UAS itu perlu kemauan belajar keras. Berbagai upaya pasti telah dilakukan; apakah itu berupa les tambahan, les privat, bimbingan belajar dan tryout baik dari sekolah sendiri maupun dari institusi-institusi lain di luar sekolah..
Bagi siswa yang mampu menambah jam belajar di luar sekolah bukan masalah. Segalanya dapat diatur. Namun bagi yang tidak atau kurang mampu cukup mengikuti yang ada di sekolah saja. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan wali murid demi putra-putrinya. Yang penting berhasil! Itu satu-satunya harapan.
Jika dengan segala daya dan upaya telah dilakukan, baik dari pihak siswa, guru, dan wali murid ( masyarakat yang menitipkan putra-putrinya di sekolah) bersinergi, tentunya ketiga unsur tersebut berharap putra-putrinya ( siswa)-nya dapat lulus. Dan tidak sekedar lulus; kalau bisa lulus mulus, artinya dapat meraih nilai semaksimal mungkin sesuai harapan orang tua, guru utamanya kepala sekolah.
Tidak tanggung-tanggung; kepala sekolah yang memiliki otoritas tunggal berjuang dengan berbagai daya dan upaya agar kelak sekolahnya dapat mencapai posisi puncak, apakah tingkat kabupaten, provinsi kalau perlu berhasil menerobos ke tingkat Nasional. Dengan demikian kepala sekolah cepat naik daun karena dapat menopang peringkat perolehan UAN se –Kabupaten untuk berlaga di tingkat Nasional. Wouw….
Mendidik ketidakjujuran
Walaupun belum terbukti benar – tidaknya; paling tidak ada “ cucak rowo “ yang berkicau dengan nada – nada minor dan sumbang beterbangan dan hinggap di mana – mana; bahwa pada sekolah – sekolah tertentu: para guru yang mengemban mata pelajaran
yang di UAN –kan , para wali kelas, unsur- unsur urusan terutama urusan kurikulum dan WAKASEK, kusak - kusak dengan Pimpinan sekolah; menyarankan, bahkan menyuruh beberapa siswa dalam satu ruang ujian akhir untuk berperan sebagai Dewa penolong (memberikan jawaban ) bagi teman – temannya. Tentunya siswa – siswa tersebut adalah
Siswa pilihan.
Ada beberapa hal yang mendidik para peserta ujian untuk berperi laku ketidakjujuran, seperti: pengawas ruang ujian yang lemah dalam artian memberi peluang (membiarkan atau pura – pura tidak tahu) para peserta ujian untuk saling tanya , dengan dasar belas kasihan; pengawas yang omong sendiri dengan pasangannya ( walaupun sudah ada larangannya); pengawas yang ngantuk dan atau sibuk sendiri membaca koran , novel dan sejenisnya. Ini pun ada aturannya. Pengawas yang secara langsung atau tidak langsung pasti tahu adanya pembekalan seperti tersebut di atas. Sehingga di manapun si pengawas bertugas, kurang lebih berperilaku sama saat mengawasi ruang ujian; pun durasi dalam mengerjakan pada mata pelajaran tertentu yang masih terasa terlalu panjang - jelas akan memberi peluang pada siswa saling tanya.
Alih – alih demi mengejar target 100% lulus; alhasil jika dalam satu ruang didapati seorang anak yang jumlah nilai UAN- nya 27, hampir dipastikan siswa- siswa
yang satu ruang dengannya 90% sama jumlah nilainya , walau ada selisih, tidak terpaut banyak. Dan ini ocehan cucak rowo lho. Benar tidaknya ,Wallahualam.
Anehnya, justru anak yang pandai dan jujur ( tidak mau menuruti saran berupa pembekalan tadi); gara – gara setelah disarankan oleh gurunya agar memberi jawaban pada teman – temannya yang duduk di sudut kiri- kanannya, Ibu si anak ( SMP - SUT Lumajang) berang.” Kamu harus jujur! Jangan pikirkan orang lain, urusi nasibmu sendiri, agar kelak kamu lulus dengan nilai – nilai hasil otakmu sendiri, ngerti?!”
Benarkan kan, realitas di lapangan terbukti si Ibu ( orang tua murid) juga memberikan pembekalan berupa “nilai – nilai kejujuran” yang notabene benturan dengan pembekalan yang diberikan oleh unsur – unsur yang berlatar belakang pendidikan. Sangat ironis, justru dari guru lembaga pendidikan yang telah teruji kredibilitasnya menebar virus – virus ketidakjujuran kepada anak didiknya. Dan ini benar – benar terjadi; kebetulan anak si Ibu itu masih keponakan penulis sendiri. Sayang peri laku wali murid seperti si Ibu tersebut dapat dihitung dengan jari ; sebagian besar telah terjangkit virus. Nah, kalau sudah begitu kita mau berbuat apa? Capek deh….Ujung – ujungnya si Jujur tadi nilai yang diperoleh sesuai harapan sang Bunda tersayang. “Bagus, bagus….”
Celakanya anak – anak yang sehari – harinya nilainya sangat meresahkan, nilai UAN-nya melejit melebihi di atas anak –anak yang dijagokan oleh gurunya. Yang sangat mengherankan; Aski, siswa yang pernah dikirim ke BRAZIL dalam lomba Matematika, sama sekali NUN-nya tidak masuk Sepuluh besar, begitu pula beberapa yang lain. Ah, tak etis disebutkan satu per satu di sini.
Ini masih dalam satu sekolah; satu –satunya sekolah yang patut menjadi sekolah rujukan, belum ke lembaga – lembaga pendidikan yang lain lho. Akhirnya apa yang terjadi? Katakanlah Si Bengal yang malas jumlah nilai UAN- nya dua puluh sembilan. Para teman karibnya, guru, orang tua ,saudaranya bahkan tetangga – tetangganya menyarankan agar masuk saja ke SMA unggulan. Dan apa jawab si Bengal? “ Ah, enggak ah….aku memperoleh NUN sebesar itu kan hasil menyontoh jawaban si jenius itu ?! Waladallah, tersanjung dan kesandung kan?
Yang sangat memprihatinkan adalah perkembangan psychologis dan peri laku anak. Kita tahu bahwa para peserta ujian pasti mempunyai adik kelas dan mungkin adik
sendiri di rumah. Sengaja atau tidak mereka – mereka yang telah lulus ujian itu, secara berantai tentu akan menuturkan trik – trik dalam menempuh UAN dan UAS yang pernah dialaminya; akan berdampak melemahnya motivasi belajar bagi adik– adik kelasnya.
Kita sebagai pendidik barangkali sama sekali tak terpikirkan pula nasib para siswa kita yang telah lulus ujian. Mereka –mereka yang kemarin lulus ujian dan telah tumbuh dewasa, jelas akan menertawakan diri kita. Barang kali kita sudah tidak ingat lagi, pada peringatan hari guru 1996, mengambil tema “ Meningkatkan Harkat dan Martabat Guru untuk Menyukseskan Pembangunan dan Mencerdaskan Bangsa.” ( Mingguan Guru, Minggu II Desember 1996). Jelas sudah, dengan mengamati hal-hal seperti tersebut di atas sangat kontra produktif dan pengingkaran terhadap tema Hari Guru tersebut, yang tiga belas tahun yang lalu digembar-gemborkan. Sebagai sosok guru yang harus digugu dan ditiru tak berlebihan bila perbuatan seperti tersebut di atas sebagai sebuah aib.
. Akan menjadi generasi penerus yang bagaimana kelak, kalau sejak dini sudah dicekoki nilai – nilai ketidakjujuran dan ketergantungan. Hanya sekedar mengejar target dan prestise, kita korbankan salah satu prinsip hakiki: basic humanity yang universal. “Kejujuran”. Semoga tak terulang lagi untuk tahun-tahun pelajaran yang akan datang.
Lumajang, 9 Januari 2009
Alamat penulis:
Jln Semangka I no.285 lumajang.
( Anggota Paguyupan Guru Penulis Lumajang (PGPL) )
Telp. Rumah ( 0334 ) 891886 Kode pos 67316
Telp. Kantor ( 0334) 882292
Eksistensi Panorama Pagi Perlu Diperhitungkan
*Bambang Susanto, BA
Diharapkan FKPP satu-satunya lembaga yang selalu terjaga independensinya dan merupakan thing tank yang dapat memberikan input-input pada semua permasyalahan yang emerge.
Barangkali di antara pembaca ada yang masih menyempatkan diri mendengarkan radio sebelum berangkat menuju tempat kerja atau sekolah, pada pagi hari? Tentu. Dan pastikan jarum penunjuk frekuensinya di 90,7 Mhz. Nah, tepat pukul 05.45 we-i-be, seorang penyiar energik-cerdik-cekatan, dengan suara khasnya, sudah berkoar-koar di depan mick di frekuensi itu. Siapa lagi kalau bukan Mbak Jingga, pada: setiap senin hingga Jumat dan spesial pada sabtu pagi, Mbak Luna sang broadcaster-nya. Sebuah acara yang selalu ditunggu-tunggu banyak pendengar di sekitar Lumajang-Jember. Panorama Pagi.
Para pendengarnya bervariasi. Dari tukang becak, penjual nasi di warung-warung, pelajar, pegawai negeri, pengusaha, anggota legislatif, pun para pejabat teras termasuk Wabub dan Bupati lebih memilih acara itu ketimbang program-program yang ditawarkan dari radio lain. Stay tone terus-rus.... Ini berdasarkan catatan kecil para penilpun yang masuk di meja ruang penyiar; termasuk yang beropini melalu sandek dan belum lagi para pendengar pasiv; Tak terhitung.
Salah satu contoh, kalau kita menghadiri sebuah pertemuan; apakah formal maupun non formal, sering salah satu atau beberapa di antara mereka nyeletuk. “ Lho, sampeyan... pak, mas, namanya Anu... yang sering nongol di radio dalam acara Panorama Pagi, ayo... ngaku....” Sebuah cetusan hati spontan, dan itu menyebar-tersebar luas dimanapun. Berarti acara bernuansa penuh kritik-konstruktif dan budaya: santun, menyanjung serta dengan harapan dapat memberikan solusi, benar-benar milik warga, milik rakyat! “ Rugi, kalau tidak mendengarkan acara di radio Semeru itu” Seloroh cak Soenoto tukang becak, yang mangkal di depan warung pecelnya di bilangan Jalan Gajah Mada.
Maka, beberapa pendengar setianya merespon acara itu dan berniat untuk membentuk sebuah wadah konkrit. Diawali dengan pertemuan-pertemuan; di pemancingan Pak Jayus, menyusul di rumah Pak Oranye- jalan semangka, di Karang Sari-domisili Ki Aria, di Senduro -Ki Demang, dan akhir-akhir ini di Jalan Batang Hari tempat tinggal Mbak Nina ( 30 Maret 2009)
Dari lima kali pertemuan itu telah dapat diputuskan nama wadah yang dibentuk, pun kepengurusannya. Secara musyawarah-mufakat: Edy Wahono sebagai ketua, Kaswadi memikul tugas sebagai wakil ketua. Sekretaris ada dua personal: Sekretaris I-Bambang Susanto,BA dan sekretaris II-Hendrik Dwi Martono, SE, menyusul Ulil Mukarromah, SH diberi kepercayaan sebagai treasurer. Telah dibentuk juga bidang-bidang, dan siapa pula yang menanganinya tentunya sudah melalui mekanisme seperti yang diharapkan.
Rencanya, wadah yang baru dibentuk ini akan mengadakan kegiatan sosial, pernyataan ikrar bersama, kemudian jalan santai dengan Wabub dan Bupati Lumajang, dalam waktu dekat. Ke depan, lembaga ini direncanakan berbadan hukum, semacam LSM dan tidak menutup kemungkinan menjadi sebuah LSM beneran. Masih panjang jalan berkerikil tajam dan berliku untuk menuju ke sana. Dan untuk itu perlu menjaga soliditas, persamaan visi-misi. Itu pasti. Amin, pihak pengelola radio menegaskan “ Jangan sekali-kali wadah yang sudah dibentuk ini hanya sebagai sarana perselingkuhan seperti bermacam-macam paguyuban yang lain, pun jangan seperti arisan” Itu sebaiknya merupakan warning yang harus ditindak lanjuti bagi semua anggota.
Keberadaan Forum Komunikasi Panorama Pagi (FKPP) merupaka respon positif terhadap acara Panorama Pagi, sebuah program unggulan dari Radio Semeru FM. Anggotanya akan bertambah terus dan permisif-holistik. Paling tidak sedikit banyak akan dapat mempengaruhi mindset rakyat;yang selama ini hanya terwarnai oleh kebijakan-kebijakan, sehingga terkesan menerima adanya (take for granted). Diharapkan, FKPP satu-satunya institusi yang selalu terjaga independensinya sekaligus merupakan thing tank yang dapat memberikan input-input pada semua permasyalahan yang emerge di kabupaten Lumajang serta mampu memberikan jalan keluarnya sehingga outcome-nya optimal. Selamat berjuang, Bung!
* Sekretaris Panorama Pagi
DKL Oh, DKL
*Bambang Susanto, BA
Hari belum malam benar; tiba-tiba saja telepon berdering.Terpaksa volume teve kuperkecil. Istri geragapan. Acara kesayangannya “ Termehek-mehek” yang disiarkan dari salah satu stasiun teve swasta dengan berat hati didengarkan lirih, lamat-lamat. Matanya melirik sedikit geregetan. “ Ah, biarlah,” kataku dalam hati.
“Hallo, ya benar saya sendiri.”
“ Begini Pak, selama ini, ya akhir-akhir ini DKL terasa stagnan selama satu tahun, demikian pula sepertinya dimonopoli oleh beberapa gelintir orang saja. Bagaimana kalau TP2DKL kita hidupkan lagi.” Begitu terocos salah satu pendiri TP2DKL ( prematur dari DKL).
“ Ya, betul- betul, tidak salah. Kalau begitu kapan kita kontak teman-teman, dan kumpul bareng, di mana pula tempatnya?”
Di rumahku saja , nanti pukul tujuh nol-nol, malam ini teman-teman semua saya undang via telepon untuk ngrembuk ketidakberesan itu. Saya tunggu, lho!”
“ Baik, saya akan segera meluncur ke sana.”
Istriku masih nguping tak beranjak dari tempat duduknya sambil memelototi acara favoritnya, kemudian kentut.
Inilah secuil pembicaraan lewat telepon yang kemudian berlanjut pada pertemuan-pertemuan informal. Pada dasarnya substansi yang digulirkan pada setiap pertemuan itu hanya berisi ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kepengurusan de-ka-el pada periode yang telah berlalu ( 2005-2008). Sebanyak dua belas kali pertemuan yang telah dikangkangi; penuh geliat, kritis, argumen,dan debat kusir yang membuat merah telinga, kadang-kadang.
Di rumah mana saja pertemuan itu digelar, kiranya kurang etis bila ditelanjangi di sini. Justru para dedengkot seni yang pernah dan aktif hadir pada setiap pertemuan itu, barangkali tak usahlah galau bila disebutkan satu persatu di sini. Kan itu konsekuensi logis-bagi siapa saja yang berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Mereka itu: aku sendiri, Eric Sucahyo, A’ak Abdullah Kudus, Ki Demang, Surasono Rashar, Lembu Hidayat, Reza Aribowo,, Tiko, Neneng, Setyo Budi, Machrus, Ali mustofa, Parmin, Suwarno (mantan KASI Kebudayaan), Bambang Indragiri, Ida Leman, Muchson, Adi G. Suharto, Ach. Adi, Kecik Herniadi, Rudy, Yuli Visi, Gatot Hariyoto,, Mashudan Andi, Farid, Teguh Ekaja ( menyatakan keluar dari TP2DKL dan DKL), Ali Mustofa, Ali Surachman, Dwi Eko( Gatut), Agus Wahyudianto, Purnomo, Dedik, Erik Tri W, Andi R, Farikh, Neneng Triana, Korda Bachtiar, Riyanto,, Imam Subagiyo, Ali Maxoem, Farid, Happy Nore, Nur Lailil, Surya, Rudy Darmawan.
Dari sekian banyak yang hadir itu sudah barang tentu memiliki karakteristik dan mindset, tingkat wawasan dalam bidang seni yang tidak mungkin sama, pun keperpihakan: ada yang status quo, reformis atau transformasi dari keduanya. Semula sulit ditebak. Baru setelah beberapa kali putaran, dapat diindikasi mana yang betul-betul loyal dan berdedikasi tinggi terhadap seni; dalam artian terhadap nilai-nilai berkesenian yang universal; dan bukannya keperpihakan. Perlu difahami bahwa pada setiap pertemuan itu tidak ada kata “menghujat,. Apa alagi mengungkit-ungkit” terhadap kepengurusan de-ka-el yang lalu.
Kita akui, sebenarnya TP2DKL dalam beberapa putaran hingga putaran yang terakhir ( ke-12), telah menelorkan banyak hal, diantaranya: AD/ ART, program kerja, peta seniman Lumajang, dan lain-lain. Semuanya ditayang lewat LCD yang jauh-jauh diboyong oleh A’AK CS dari Klakah ke setiap tempat meeting. Ini adalah salah satu usaha intens TP2DKL yang kiranya perlu mendapat apresiasi.
Drs Abdurrahman Msi (Minggu, 24 November 2008) mengundang teman-teman, baik dari TP2DKL maupun dari DKL. Diajak sharing di sebuah tempat yang nyaman “ Depot Srikandi” Ini adalah sebuah good will. Maka sebaiknya direspon positif.Memang ada pula yang keberatan untuk hadir karena undangan hanya via telepon, katanya. Sebenarnya dalam hal ini perlu dimaklumi, mengingat Maman ( panggilan akrab Drs Abdurrahman, Msi) termasuk orang yang super sibuk. Ada sebanyak dua puluh empat seniman yang hadir pada saat itu.
Dan berdasarkan rasa ikhlas-terlepas dari perasaan suka dan tidak suka, terbentuklah tim formatur dalam rangka musyawarah DKL yang Insya Allah akan digelar setelah HARJALU 2008. Mereka adalah: Reza Aribowo, Iskandar syah (menyatakan keluar dengan mengirim surat ke Drs.Abdurrahman, Msi), Lembu Hidayat, Gatut, Soeprayitno,, Bambang Susanto, Eric Sucahyo, Mukidi, Jangkung, Ervan Dimo, dan masih ada dua orang lagi yang masih ditimang-timang. Ada sebelas orang.Yang perlu digaris bawahi adalah berapa besar cost yang telah dikeluarkan baik dari TP2 DKL maupun dari DKL. Bagaimana andai kedua belah pihak bersekutu tanpa ada rasa dendam yang lebih “mengutamakan kemajuan seni di Lumajang.” Dan upaya-upaya itu telah dilakukan walaupun dengan mengorbankan perasaan galau yang masih membebani dari kedua belah pihak.
Pertemuan informal atau lebih tepatnya dikatakan “Pertemuan Pra Musyawarah seniman 2009” itu berjalan penuh dinamika, dimulai dari pukul 10.00 dan berakhir 13.00 ( WIB) dan berhasil menelorkan keputusan-keputusan yang seyogyanya dapat diamini bersama:
1. Akan segera menggelar musyawarah seniman.
2. Bertujuan agar para seniman tidak carut marut.
3. DKL masih terikat dengan pemerintah.
4. Anggaran masih ada saldo sebesar kurang lebih RP. 117.000.000,- ( seratus tujuh belas juta rupiah).
5. Kepengurusan harus terbentuk dulu, baru menggelar kongres, seminar dan lain sebagainya.
6. Anggaran DKL periode 2009-2011 adalah dana hibah.
7. Dana yang keluar di atas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta) harus melalui lelang.
8. Anggaran DKL dititipkan di DISPENDIK.
9. Anggaran tiap triwulan dapat diterimakan.
10. Ada perubahan sistem.
Dari sepuluh hasil rapat informal itu, semoga telor-telornya dapat menjadi embrio dan menetas secara alami. Dan tak satupun yang kuwuken.(bs)
* Pelukis dan pengamat seni Lumajang
Andaikata Guru Gemar Membaca
Bambang Susanto, BA
Sebagai guru kita masih dapat meluangkan waktu untuk berusaha apa saja untuk menambah penghasilan agar cepat kaya, pun masih sempat bersendau gurau pada saat jam - jam kosong dan istirahat. Sudah saatnya kita dapat menyempatkan diri untuk membaca buku- buku yang bermutu demi peningkatan kwalitas diri kita sendiri. Bila tidak, zaman yang penuh tantangan dan persaingan akan menggilas kita. Dan dengan sadar kita tahu bahwa perkembanagan dan perubahan di segala bidang telah menggurita di manapun dan kapanpun. Ini tugas kita sebagai guru kalau ingin disebut guru yang mumpuni.
Menanggapi tulisan – tulisan yang sering muncul di massmedia perihal mengapa Guru kurang tertarik untuk membaca buku? Memang ada benarnya; paling tidak ada beberapa hal yang merupakan kendala atau tidak berlebihan bila dikatakan sebagai biang kerok mengapa seorang guru malas membaca buku ( jenis – jenis buku yang bermutu yang masih atau tidak berhubungan dengan mata pelajaran yang diemban) yang menyebabkan guru jarang berkunjung ke perpustakaan , atau mungkin karena gaji guru masih kurang sehingga harus pikir – pikir untuk membeli buku. Dan keterbatasan waktu karena sibuk sendiri sehingga peluang untuk membaca buku nyaris tidak ada.
Kalau boleh , penulis menambahkan beberapa hal penyebab mengapa guru tidak gemar membaca buku ; artinya kalau malas apa penyebabnya, kalau sibuk, apa saja yang dilakukan, kalau tidak mampu beli buku apakah kerena faktor gaji? Masih perlu ditelusuri.
Benarkah Guru itu sangat sibuk ?
Pada awal tahun pelajaran para guru mau atau tidak mau harus menyiapkan perangkat mengajar yang berupa membuat kalender pendidikan, program tahunan, program semester, rincian minggu efektif, jurnal mengajar, rencana pelaksanaan pembelajaran( RPP ), merumuskan pemahaman konsep dan penerapannya, pemetaan standar kompetensi, silabus ; dan kemudian mengemplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar, sebagai wali kelas atau guru kelas ( bagi guru SD), mengikuti rapat- rapat dinas, MGMP ; dan belum lagi harus menguasai buku materi pelajaran dan buku penunjang yang setiap tahun silih berganti dengan penerbit yang berbeda kecuali yang telah ada perjanjian kontrak dengan pihak sekolah dan tidak ada perubahan kurikulum ; beberapa hal tersebut jelas telah menyita waktu para guru. Perlu diketahui bahwa antara sekolah satu dengan yang lain tidak sama , kalau sebuah sekolah menerapkan business oriented artinya menerima siswa sebanyak mungkin, para gurunya jelas akan menerima dampak negatifnya yaitu dalam satu kelas jumlah siswanya bisa mencapai 40 – 45 anak. Ini biang keladi mengapa guru tidak ada waktu untuk membaca buku. Waktunya habis untuk mengoreksi, menganalisis, membuat laporan Mid Semester, laporan semester; belum lagi bila ada anak yang ulangan hariannya di bawah nilai standar, harus menyiapkan soal untuk yang remidi. Dari sejumlah kegiatan tersebut yang tidak boleh dilupakan adalah adanya tugas lain seperti mengikuti lomba baik akademis dan non akademis bagi guru –guru yang ditunjuk.
Tugas tambahan
Guru di samping mengajar, beberapa guru ( agar mekanisme berjalan) oleh kepala sekolah direkrut untuk menjadi WAKASEK;urusan- urusan seperti: kurikulum, kesiswaan, sarana prasarana, HUMAS, bahkan beberapa sekolah banyak guru menjadi bendaharawan gaji dan mengelola BOS ( bantuan operasional sekolah ), dan menjadi pengurus komite sekolah. Para guru jenis ini kiranya sudah tidak punya waktu lagi untuk untuk membaca buku – buku lain di samping buku materi pelajaran. Mereka tergolong lebih sibuk dan sangat sibuk dengan masalah- masalah tekhnis dan keuangan terutama urusan kurikulum, kesiswaan, bendahara gaji dan pengelola BOS. Begitu pula para wali kelas dan guru kelas juga terlalu sibuk dalam mengelola kelasnya. Rasa- rasanya tidak ada waktu untuk membaca buku. Benarkah?
Hobby ngrumpi
Dari bukti – bukti empirik yang sering dijumpai, justru guru itu ( setelah penulis menjadi guru lebih dari dua puluh lima tahun, maaf) kalau seusai mengajar, pada saat istirahat ataupun saat jam kosong masih sempat ngrumpi dengan materi yang kadar logikanya rendah, misalnya: masalah keluarga, harga kebutuhan pokok, berita infotainment , menanyakan usahanya dan lain- lain. Jarang kita temui seorang guru yang sibuk sendiri di kantor dengan membaca buku. Lebih –lebih di perpustakaan; kalau ada seorang guru sering menghabiskan waktunya di perpustakaan justru disudutkan karena kurang ada waktu bergaul dengan guru-guru lain.
Di sekolah anda, barang kali justru sering dijumpai seorang guru menghabiskan waktunya hingga lupa waktu dan kalau perlu sampai sore hari ngobrol bersama “Entah dengan siapa” dengan materi yang tidak jelas tetapi dengan tujuan yang pasti yaitu agar si Guru tersebut kelak cepat menjadi pimpinan. Dan rata-rata mereka itu cepat berhasil menjadi pimpinan. Nah, kalau calon – calon pimpinan sudah diawali dengan perilaku yang seperti itu,hal tersebut akan berlanjut terus dan virus – virusnya menyebar ke mana – mana. Barangkali itu yang dimaksud dengan budaya Paternalistik. Jadi kalau guru itu boleh dikatakan sibuk, toh kenyataannya masih banyak waktu untuk ngrumpi.
Ingin cepat kaya
Siapa yang tidak ingin kaya? Semua pasti ingin, asal melalui koridor yang syah dan tidak lupa tugas utamanya. Ditengarai para guru pada masa kini sudah banyak menyalahgunakan predikatnya sebagai seorang guru. Idealnya seorang guru itu cukup tidak cukup harus dapat mengembangkan seoptimal mungkin mata pelajaran yang diembannya apakah membuat les privat, kursus, paguyuban seni, sastra,club olah raga, LSM yang masih ada korelasinya dengan disiplin ilmunya dan lain- lain.
Namun dalam kenyataannya, seorang guru sudah banyak beralih fungsi di samping tugas utamanya lebih – lebih di luar kelayakan disiplin ilmunya. Tidak sedikit para guru menjadi petani padi dan palawija, petani tebu, pedagang emas, menjual alat tulis kantor, mendirikan toko, makelar mobil dan tanah bahkan ada yang merangkap menjadi tukang pijit. Alhasil, tidak sedikit dari hasil usaha di luar kelayakannya tersebut berhasil memperoleh tambahan penghasilan bahkan dapat untuk naik Haji; mana mungkin kalau bersumber dari gaji Guru saja dapat untuk biaya ongkos naik Haji ?
Yang menggelitik hati kecil kita sering dijumpai pula para guru yang menjual sepatu, pakaian, kosmetik hingga makanan kecil yang dapat ditenteng saat berangkat menuju sekolah dan hasilnya lumayan. Dan semuanya itu bertujuan agar dapat menambah penghasilan. Anehnya dari keuntungan hasil usahanya itu masih pikir- pikir untuk membeli buku baru; untuk baca Koran pun masih nebeng milik kantor.” Ah…. “
Terjebak pada gelar
Kini , pada umumnya para guru baik yang mengajar di tingkat TK,SD,SMP maupun tingkat SMA/SMK sudah banyak yang bergelar S1 bahkan sudah tidak sedikit yang memiliki gelar S2. Jenis Guru- guru ini pada umumnya sudah tidak tertarik lagi membaca buku. Kalaupun ada dapat dihitung dengan jari. “ Untuk apa bersusah payah membeli dan membaca buku toh kuliahnya sudah mentok” Yang seyogyanya tidak harus demikian. Justru para guru yang yang telah bergelar sarjana itu, harus menunjukkkan dirinya sebagai kaum intelektual dengan banyak membaca buku sehingga akan menjadi panutan para guru-guru yang. Kenyataannya kan tidak demikian. Hasil karya tulisnya baik yang berupa Thesis maupun Disertasi mengendap dan menumpuk begitu saja di gudang – gudang kampus dan stagnan. Ini adalah berita yang sangat buruk bagi guru masa kini.
Perlu himbauan
Agar tidak demikian , pun andai tidak keberatan penulis dengan segala kerendahan hati memberikan saran pada para pejabat yang terkait dengan masalah perbukuan dan sumber daya manusia yang berpredikat sebagai guru; bagaimana kalau seorang guru termasuk kepala sekolah ( bukankah seorang kepala sekolah juga guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai kepala sekolah?) dan para pejabat struktural diatasnya diwajibkan atau lebih flexible bila bersifat himbauan; setiap satu semester dapat menyelesaikan membaca sebuah buku baru yang bermutu baik buku yang masih ada korelasinya dengan bidang tugasnya maupun tidak. Ini masih langkah awal.” Sesibuk dan semalas bagaimanapun tidak adakah waktu luang untuk membaca buku? Kalau ngrumpi dan berbisnis masih sempat , mengapa membaca buku sepertinya tidak ada waktu yang disisihkan?”
Tentunya, untuk menindaklanjuti perlu restu dari KAKANWIL. Bila tidak , perilaku para guru akan lebih terpuruk jauh dari tugas yang semestinya. Kedengarannya memang terkesan aneh bila himbauan ini betul-betul diimplementasikan. “Tapi, sssst… konon di sebuah sekolah terpencil ada seorang guru yang tak bertitel koleksi bukunya banyak lho; dengan menyisihkan uang rokok setiap bulan, kalau ada mood langsung saja meluncur ke Surabaya atau Jember untuk beli buku. Alhasil pada setiap lomba; anak didiknya selalu mendapatkan nominasi. Maklum koleksi bukunya tercukupi. Mudah – mudahan penulis tidak terjangkit virus – virus yang membahayakan itu.
Lumajang, 27 Mei 2007